9 March 2017, 10:42 AM
Bell’s Palsy adalah kondisi kelemahan atau bahkan kelumpuhan unilateral (satu sisi) pada wajah karena kerusakan pada saraf yang mengontrol otot wajah dengan penyebab yang belum diketahui secara pasti. Gejala Bell’s Palsy muncul secara tiba-tiba lalu mereda dalam beberapa hari, dan kadang disertai gejala lain seperti nyeri di dalam atau di belakang telinga, mati rasa atau kesemutan pada sisi wajah unilateral, mata kering dan perubahan reflek gerak mata, meneteskan air liur, hyperacusis (sensitivitas yang berlebih terhadap rangsang suara), gangguan deteksi rasa pada lidah bagian anterior ipsilateral (pada sisi yang sama dengan bagian wajah yang terserang), dan gangguan bicara.
Bell’s Palsy pada wanita dua hingga tiga kali lebih sering daripada pria. Beberapa faktor resiko dari kondisi ini adalah diabetes melitus, infeksi saluran nafas, riwayat keluarga dengan Bell’s Palsy, dan kehamilan. Insiden Bell’s Palsy pada wanita hamil diduga berkaitan dengan infeksi Herpes Simplex Virus (HSV). Wanita hamil pada trimester ketiga cenderung mengalami kerentanan imunologis dikarenakan peningkatan titer hormon Cortisol.
Hingga saat ini, belum ada tata laksana khusus untuk terapi wanita hamil dengan Bell’s Palsy. Penanganan pertama yang terpenting pada Bell’s Palsy adalah menjaga kesehatan mata dikarenakan kondisi kornea yang cenderung kering. Hal ini dapat dilakukan dengan penggunaan obat tetes mata untuk lubrikasi. Terapi pada fase akhir lebih difokuskan pada pengembalian fungsi estetika, meskipun jarang diperlukan karena Bell’s Palsy cenderung sembuh spontan.
Perihal keamanan penggunaan obat pada pasien hamil dengan Bell’s Palsy, yaitu kortikosteroid dan antivirus, masih bersifat pro dan kontra. Jika Anda memiliki keluarga atau rekan yang sedang hamil dan mengalami Bell’s Palsy, segera cari tahu pengobatan yang tepat agar kondisi tidak semakin memburuk.
![[Image: Cara-Mengobati-Bells-Palsy-Dengan-Obat-H...00x184.jpg]](http://lagold.biz/wp-content/uploads/2017/03/Cara-Mengobati-Bells-Palsy-Dengan-Obat-Herbal-300x184.jpg)
Bell’s Palsy pada wanita dua hingga tiga kali lebih sering daripada pria. Beberapa faktor resiko dari kondisi ini adalah diabetes melitus, infeksi saluran nafas, riwayat keluarga dengan Bell’s Palsy, dan kehamilan. Insiden Bell’s Palsy pada wanita hamil diduga berkaitan dengan infeksi Herpes Simplex Virus (HSV). Wanita hamil pada trimester ketiga cenderung mengalami kerentanan imunologis dikarenakan peningkatan titer hormon Cortisol.
Hingga saat ini, belum ada tata laksana khusus untuk terapi wanita hamil dengan Bell’s Palsy. Penanganan pertama yang terpenting pada Bell’s Palsy adalah menjaga kesehatan mata dikarenakan kondisi kornea yang cenderung kering. Hal ini dapat dilakukan dengan penggunaan obat tetes mata untuk lubrikasi. Terapi pada fase akhir lebih difokuskan pada pengembalian fungsi estetika, meskipun jarang diperlukan karena Bell’s Palsy cenderung sembuh spontan.
Perihal keamanan penggunaan obat pada pasien hamil dengan Bell’s Palsy, yaitu kortikosteroid dan antivirus, masih bersifat pro dan kontra. Jika Anda memiliki keluarga atau rekan yang sedang hamil dan mengalami Bell’s Palsy, segera cari tahu pengobatan yang tepat agar kondisi tidak semakin memburuk.