4 August 2020, 04:35 PM
Transplantasi rahim merupakan prosedur pemindahan rahim dari satu wanita ke wanita lainnya yang memiliki masalah infertilitas akibat gangguan pada rahim. Prosedur ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan peluang kehamilan. Hingga kini, transplantasi pada rahim masih berada pada tahap penelitian dan menuai cukup banyak kontroversi.
Kontroversi transplantasi rahim muncul dari berbagai kalangan di dunia kesehatan. Sebagian beranggapan bahwa pemindahan rahim tanpa adanya kondisi darurat medis merupakan hal yang tidak etis untuk dilakukan. Namun, sebagian lain justru mendukung prosedur ini karena memberikan harapan pada banyak wanita untuk bisa melahirkan meski memiliki masalah infertilitas.
Mengapa memilih untuk melakukan transplantasi rahim?
Di seluruh belahan dunia, banyak wanita yang mengalami masalah infertilitas karena berbagai faktor. Ada yang sejak kecil dilahirkan tanpa memiliki rahim, ada pula yang mengalami penyakit tertentu hingga kehilangan kemampuan untuk mengandung.
Kemunculan prosedur transplantasi rahim menjadi harapan bagi banyak wanita untuk bisa mengandung. Hal ini menjadi tujuan utama pelaksanaan transplantasi rahim. Penerima donor pun umumnya terdiri atas wanita-wanita dengan masalah infertilitas akibat gangguan pada rahim.
Donor rahim bisa berasal dari siapa saja, baik wanita yang sudah meninggal ataupun masih berada dalam kondisi sehat. Pada wanita sehat, biasanya donor rahim dilakukan karena mereka telah memutuskan untuk tidak memiliki bayi.
Meski dianggap sebagai upaya efektif dalam mengatasi masalah infertilitas, transplantasi pada rahim bukanlah metode utama yang dianjurkan. Selain karena prosedurnya yang kontrversial secara etis, juga karena tidak seluruh wanita bisa menerima donor.
Selain itu, biaya untuk menjalankan operasi transplantasi pun tergolong cukup mahal.
Komplikasi atau resiko yang mungkin muncul setelah transplantasi rahim
Bukan hanya kontroversial secara etis, prosedur transplantasi rahim juga bisa menimbulkan berbagai komplikasi. Salah satunya adalah dampak pada pengaruh psikologis.
Operasi donor rahim dilakukan dengan metode histerektomi atau operasi pengangkatan rahim. Pada wanita, tidak memiliki rahim bisa menimbulkan efek psikologis. Oleh sebab itu, sebagian besar donor rahim dilakukan oleh orang-orang terdekat, seperti teman atau keluarga dari sang peneriam donor.
Setelah transplantasi, penerima donor harus mengonsumsi obat imunosupresan agar tubuh tidak berusaha untuk menolak organ. Obat jenis ini berpotensi menimbulkan penyakit ginjal atau masalah kesehatan lainnya.
Selama prosedur operasi, resiko yang mungkin timbul adalah kehilangan darah dalam jumlah besar. Oleh sebab itu, penerima donor harus terus menerima tranfusi darah selama operasi.
Tidak hanya itu, operasi juga memiliki resiko untuk meningkatkan kemungkinan infeksi, penolakan organ, atau reaksi buruk lainnya.
Syarat menerima donor dan menjadi pendonor rahim
Upaya transplantasi rahim tidak bisa dijalankan oleh seluruh wanita. Ada persyaratan khusus yang harus dipenuhi sebelum bisa menjalankan prosedur tersebut.
Pada penerima donor, persyaratan tersebut meliputi:
· Tidak merokok
· Memiliki masalah infertilitas karena kelainan rahim
· BMI kurang dari 30
· Terbukti negatif dari HIV, hepatitis B dan C, herpes, gonore, dan klamidia
· Bebas kanker selama minimal 5 tahun sebelum akan menerima donor rahim
· Berusia 20-35 tahun dengan kondisi ovarium yang berfungsi aktif
· Tidak memiliki riwayat penyakit diabetes
Tidak hanya penerima donor, donor rahim pun tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Ada persyarata yang harus dipenuhi untuk bisa menjadi pendonor. Syarat-syarat tersebut antara lain:
· Tidak memiliki riwayat penyakit diabetes dan hipertensi
· Bebas kanker selama minimal 5 tahun terakhir
· Usia 30-50 tahun
· BMI kurang dari 30
Secara keseluruhan, transplantasi rahim merupakan prosedur yang cukup kompleks. Oleh sebab itu, setiap penerima donor dan pendonor harus memastikan bahwa mereka telah memenuhi persyaratan sebelum menjalankan operasi.