12 March 2017, 08:23 AM
Perkembangan teknologi modern memunculkan refleksi-refleksi filosofis yang relevan untuk dipertimbangkan. Pasalnya, ketika diterapkan ke tengah masyarakat, teknologi tidak hanya membawa manfaat, tetapi memiliki risiko dan dampak yang mesti antisipasi.
Seiring dengan pesatnya inovasi harga baja ringan dan transfer teknologi terbaru yang dipicu oleh kepentingan modal, dimensi etis ini perlu menjadi pertimbangan para inovator. Saat akan menggunakan teknologi penyuntingan genetik untuk mengatasi penyakit misalnya, ilmuwan harus berpikir, etiskah?
Di negara-negara Uni Eropa, Amerika dan Tiongkok, inovasi dengan mempertimbangkan dimensi etis disebut Responsible Innovation.
Dalam konsep Responsible Innovation, setiap inovator dalam lingkup universitas, pemerintah dan industri memiliki tanggung jawab atas setiap inovasi yang dibuatnya untuk mereduksi persoalan global.
Sesuai kesimpulan konferensi "The Society for Philosophy and Technology" ke 19 yang saya ikuti di Northeastern University, Shenyang, China, dalam Responsible Innovation setiap penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi seharusnya memiliki suatu prosedur inovasi bertanggung jawab. Proses ini menjadi jaminan untuk mengantisipasi dampak-dampak sosial yang tidak diinginkan.
Metode-metode filosofis yang dikembangkan dalam wacana ini di antaranya etika desain melalui teori mediasi atau etika pascafenomenologis diajukan oleh Peter-Paul Verbeek. Lainnya, pendekatan ekologis mengacu pada alam sebagai inspirasi inovasi atau biomimikri dielaborasi secara teoritis oleh Vincent Block dan Bart Gremmen
Selain metode-metode filosofis, kita ketahui suatu rumusan bahwa kita sekarang telah memasuki era Anthropocene (Bernard Stiegler), yaitu suatu kondisi dimana Bumi bergerak menuju situasi kerusakan. Perubahan iklim, berkurangnya bahan bakar fosil, dan limbah industri dan nuklir merupakan kondisi-kondisi Anthropocene. Manusia dengan teknosistem kapitalistiknya dikatakan menjadi penyebab kondisi ini.
Seiring dengan pesatnya inovasi harga baja ringan dan transfer teknologi terbaru yang dipicu oleh kepentingan modal, dimensi etis ini perlu menjadi pertimbangan para inovator. Saat akan menggunakan teknologi penyuntingan genetik untuk mengatasi penyakit misalnya, ilmuwan harus berpikir, etiskah?
Di negara-negara Uni Eropa, Amerika dan Tiongkok, inovasi dengan mempertimbangkan dimensi etis disebut Responsible Innovation.
Dalam konsep Responsible Innovation, setiap inovator dalam lingkup universitas, pemerintah dan industri memiliki tanggung jawab atas setiap inovasi yang dibuatnya untuk mereduksi persoalan global.
Sesuai kesimpulan konferensi "The Society for Philosophy and Technology" ke 19 yang saya ikuti di Northeastern University, Shenyang, China, dalam Responsible Innovation setiap penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi seharusnya memiliki suatu prosedur inovasi bertanggung jawab. Proses ini menjadi jaminan untuk mengantisipasi dampak-dampak sosial yang tidak diinginkan.
Metode-metode filosofis yang dikembangkan dalam wacana ini di antaranya etika desain melalui teori mediasi atau etika pascafenomenologis diajukan oleh Peter-Paul Verbeek. Lainnya, pendekatan ekologis mengacu pada alam sebagai inspirasi inovasi atau biomimikri dielaborasi secara teoritis oleh Vincent Block dan Bart Gremmen
Selain metode-metode filosofis, kita ketahui suatu rumusan bahwa kita sekarang telah memasuki era Anthropocene (Bernard Stiegler), yaitu suatu kondisi dimana Bumi bergerak menuju situasi kerusakan. Perubahan iklim, berkurangnya bahan bakar fosil, dan limbah industri dan nuklir merupakan kondisi-kondisi Anthropocene. Manusia dengan teknosistem kapitalistiknya dikatakan menjadi penyebab kondisi ini.